Akhir-akhir ini aku sering menghabiskan waktu hanya untuk menonton video yang tidak bermutu tanpa niat untuk mencari ilmu. Tidak ada makna yang kudapatkan dan tidak ada ilmu yang bertambah dan berguna. Kegiatan itu hanya digunakan untuk mengisi waktu tanpa tujuan yang jelas, yang sebenarnya waktu itu lebih baik digunakan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat seperti membaca buku atau bersih-bersih lingkunganku yang berantakan. Tapi selama ini aku masih saja nyaman dengan lingkungan yang kotor dan berantakan ini.
Aku bahkan menganggap bahwa melamun bisa lebih bermanfaat daripada hanya menonton video pendek per-15 detik tersebut. Sebab, melamun bisa berakhir dengan kebosanan. Sedangkan menonton video 15 detik itu benar-benar mampu menghisap kebosananku, dan memanipulasi kepalaku untuk terus menontonnya.
Salah satu sebab kenapa aku begitu betah untuk menghabiskan waktu sia-sia dengan menonton video tersebut adalah, karena di sana hanya ada sesuatu yang aku sukai. Internet memang menyediakan banyak pilihan, tetapi aku lebih banyak dipilihkan dan diarahkan pada apa yang aku sukai, pada apa yang menjadi kecenderunganku baik itu disadari atau tidak. Hingga pada fase itu aku merasa memilih apa yang aku tonton.
Aku bukan lagi pengendali. Aku turun derajat menjadi orang yang dikendalikan oleh media tersebut. Aku bukan lagu subjek. Aku berubah menjadi objek dari alat yang awalnya aku kuasai. Fakta ini berlaku pada mereka yang menonton dan juga yang mengisi aplikasi video tersebut.
Awalnya media tersebut memang dibentuk oleh beberapa manusia. Namun pada akhirnya media itu membentuk semua manusia.
Mungkin secara pribadi aku tak bisa lepas dari media tersebut. Sebab dinamika hidup hari ini membuatku menjadikannya alat elektronik tersebut sebagai sebuah kebutuhan. Tapi pada akhirnya aku sendiri tidak punya kendali pada benda yang aku beli juga yang aku isi daya listrik dan juga kuota datanya.
Sebab saat benda tersebut sudah menyala dan online, aku berbalik menjadi benda yang dikendalikan oleh alat elektronik tersebut. Alat itu mengendalikan waktuku, hobiku, seleraku, kesehatanku, dan bahkan rasa spiritualitasku. Alat itu mengendalikan daftar belanjaku dan sampai pada bagaimana caraku memandang hidup ini. Aku menjadi jarang berpikir, sebab alat itu tidak menyuruhku untuk berpikir. Alat itulah yang berpikir, sedang aku hanya disuruh untuk menonton. Kemudian secara tidak sadar alat itu yang akan mengendalikan pikiranku.
Alat elektronik itu membuatku menunda banyak hal. Mulai dari hal dasar sampai pada hal yang vital. Mulai dari menunda mandi sampai pada menunda sholat. Alat itu membuatku mengabaikan pelajaran dan juga doa. Alat itu bukan lagi menjadi hiburan untukku, tapi sudah menjadi belenggu. Alat itu membuatku malas untuk belajar dan berdoa agar menjadi jiwa yang positif. Alat itu tidak hanya membuatku melupakan Tuhan, tapi juga melupakan diriku sendiri. Aku lupa diri dan hanya dikendalikan oleh alat elektronik, maka secara tidak langsung aku menempatkan diriku lebih rendah dari alat elektronik tersebut.
Media yang pada mulanya aku butuhkan untuk mengisi waktu istirahat, akhirnya malah menjadi hal pokok yang mengalahkan kewajiban yang sesungguhnya. Aku tidak hanya dikuasai oleh nafsu secara naluriah, tapi aku juga dikuasai oleh algoritma dari alat elektronik. Mungkin sebaiknya aku lebih banyak meluangkan waktu untuk merenung di saat sepi agar aku tak lebih rendah dari sekedar alat elektronik.
Sumber Ilustrasi: trandhand.com