Hannah Arendt: Politik Sebagai Relasi Kebebasan

Hannah Arendt lahir di Linden, Hannover, pada 14 Oktober 1906 dan meninggal di New York City, 14 Desember 1975 pada umur 69 tahun. Hannah Arendt seringkali digambarkan sebagai seorang filsuf meskipun ia selalu menolak predikat itu dengan alasan bahwa filsafat berurusan dengan “manusia dalam pengertian singular.”

Ia menggambarkan dirinya sebagai seorang teoritikus politik, di mana hal itu memang ia buktikan dengan beberapa karya pemikirannya yang berpusat pada pengukuhan konsepsi tentang kebebasan yang sinonim dengan aksi politik kolektif dalam argumentasinya melawan asumsi libertarian bahwa “kemerdekaan dimulai ketika politik berakhir.”

Arendt menyusun teorinya yang bersifat publik dan asosiatif dengan mengambil beberapa contoh antara lain, polis Yunani, kota-kota Amerika, komune Paris, dan gerakan hak-hak sipil pada tahun 1960-an, untuk menggambarkan konsepsi tentang kemerdekaan. Dalam pandangan Arendt, konsep politik tidak terlepas dari unsur penting, yaitu kewarganegaraan, ruang publik, dan tindakan di mana ketiganya saling berhubungan (Bagus, dkk., 2008: 6).

Membicarakan kewarganegaraan dan ruang publik tanpa berpijak pada teori tindakan, bagi Arendt itu tidak mungkin. Konsep kewarganegaraan didasarkan pada antropologi khas Hannah Arendt yang memandang manusia dalam tiga dimensi vita activa-nya, yaitu kerja (labor), karya (work), dan tindakan (action). Dari ketiganya, yang mengekspresikan dan mengkonstitusikan dimensi politik manusia adalah tindakan (Arendt, 1998: 23).

Lalu apa artinya? Politik bukanlah bawaan atau keniscayaan, melainkan buatan dan karena itu kontingen. Politik adalah suatu tindakan sengaja. Tetapi, tindakan itu sendiri tidak mungkin tanpa masyarakat. Jika aktivitas lain (kerja dan karya) dapat dimengerti di luar masyarakat, maka tindakan tidak. Bahkan, tindakan adalah prerogatif eksklusif manusia. Oleh karena itu, tindakanlah yang membedakan manusia dari spesies hewan lainnya.

Setuju dengan Aristoteles, Arendt melihat bahwa dari semua aktivitas manusia, yang mengkonstitusikan bios politikos (kehidupan politik) adalah tindakan (praxis) dan ucapan (speech, lexis). Bahkan Arendt secara lebih artikulatif melihat bukan hanya hubungan antara tindakan dan ucapan, melainkan bahwa keduanya selalu ada bersama (coeval) dan sama (coequal) (Arendt, 1998: 25).

Sementara itu, bagi Hannah Arendt, membicarakan kebebasan tanpa mengaitkannya dengan politik atau sebaliknya adalah sesuatu yang absurd. Namun, memahami hal ini tidak semudah mengatakannya karena berabad-abad umat manusia dijajah dengan filsafat dan praktik politik yang “lupa akan kebebasan”.

Teori politik Hannah Arendt, dalam konteks ini, adalah sebuah upaya menggembalakan politik. Politik perlu kita tebus dari kejatuhannya dengan mengingatkannya pada kebebasan sebagai alasan adanya. Kejatuhan politik terjadi sejak manusia meninggalkan polis, baik secara teoritis maupun praktis. Manusia meninggalkan polis pertama kali sejak kebebasan manusia terutama kita pahami lebih sebagai free will, sebagai sesuatu yang berada di ruang dalam (inner sphere), dan bukan sebagai relasi antar-kemanusiaan (Arendt, 2000: 164).

Kalau yang pertama lebih menekankan individualistik atomistik manusia, maka yang kedua lebih menekankan relasi, dan itulah politik; kalau yang pertama lebih menekankan indepedensi, maka yang kedua menempatkan interdependensi sebagai role of being manusia. Pandangan seperti ini mewakili gagasan Thomas Hobbes. Relasi manusia tidak dilihat sebagai relasi kebebasan, melainkan sebagai relasi hak.
Haklah yang alamiah dan bukan kebebasan. Kebebasan adalah hak, dan hak bukan manifestasi dari kebebasan.

Politik sebagai relasi hak akan melahirkan implikasi yang mengerikan dengan memberikan hak itu kepada sang Leviathan, sang rezim otoriter. Hal itu tidak akan terjadi kalau politik kita lihat sebagai relasi kebebasan karena kebebasan tidak pernah terberikan dan tidak pernah bisa terlepaskan. Ia seperti nafas. Ia ada bersama adanya manusia dan hilang bersama kematian.

Selama manusia adalah manusia, kebebasan tidak pernah bisa lepas darinya sekalipun kehidupan berakhir. Nyatalah bahwa dengan meninggalkan polis, manusia hanya menjadi kumpulan cuitan manusia individualistik. Oleh karena itu,  tidak heran kala pada akhirnya mereka semua “berperang melawan semua” (benturan yang bersifat kelompok). Implikasi lainnya adalah “semua menggumpal menjadi satu”, semua sama, tak terbedakan, yang ada hanyalah satu Manusia tunggal.

Dengan meninggalkan polis, manusia tidak lagi menjadi manusia. Karena itu, menebus manusia berarti membawa mereka pulang ke polis. Hidup di polis tidak lain adalah politik. Politik tidak lain adalah menyalakan terus menerus api kenyataan akan pluralitas manusia, akan kenyataan bahwa ada manusia-manusia, dan bukan Manusia tunggal. Jiwanya adalah ruang publik. Ruang publiklah yang menjamin manusia tetap sama (tetapi tidak satu), dan kesamaan mereka adalah bahwa mereka berbeda-beda (tetapi tidak sendiri-sendiri).

Itu pulalah yang memungkinkan manusia saling terhubung sekaligus saling berjarak satu sama lain. Ruang publik ibarat sebuah meja bundar di mana manusia-manusia duduk mengitarinya dalam kesamaan mereka sebagai makhluk yang berbeda-beda dalam kesamaan mereka sebagai makhluk yang berbeda-beda (Arendt, 1998: 52).

Ruang publik, meja bundar itu, nyawa dari kenyataan pluralitas, hanya tetap menjadi hidup oleh dan hanya oleh tindakan. Tindakan itulah yang secara unik membedakan antar sesama manusia. Tindakanlah yang menjaga agar nyawa politik itu tetap hidup di mana oksigennya adalah kebebasan, tidak lain. Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan sekarang bahwa komponen-komponen dan fondasi dari keseluruhan arsitektur politik Hannah Arendt adalah kebebasan, yaitu kebebasan politik . Teori dan praktik politik modern terlalu sibuk dengan “interpretasi-interpretasi” yang tidak penting dari bangunan politik sehingga tidak aneh kalau kita “lupa akan polis (politik)”.

Mengutip dari pendapat filsuf abad klasik, Aristoteles (384-322 SM), “Manusia pada dasarnya adalah hewan yang berpolitik”. Hal ini tidak lain karena di dalam politik manusia akan saling adu argumen, gagasan-gagasan, atau ide-ide dari berbagai perspektif yang berasal dari kekuatan pikiran manusia  Tentu, manusia tanpa politik bukanlah manusia karena ia tidak ada bedanya dengan hewan, dan hewan selalu tidak lepas dari keniscayaan (necessiaty).

Bagi Hannah Arendt, keniscayaan bukanlah kebebasan dan keniscayaan juga bukanlah politik. Kematian politik justru akan terjadi ketika segala sesuatu bejalan dalam logika keniscayaan. Kebebasan politik adalah ekspresi eksistensial manusia, maka ia bersifat khas manusiawi atau, dalam bahasanya Hannah Arendt, sebagai bentuk kekhasan kondisi manusia (human condition) (Villa, 2000, 8).

Kebebasan politik adalah sebuah virtue (keahlian, namun bisa juga berarti sebagai “keutamaan” dalam pengertian etis Aristotelian). Sebagai virtue, ia hanya sebuah manifes dengan dan melalui tindakan, dan di tengah kancah dunia saat ini, tindakan hanya menjadi tindakan sejauh ada keberanian. Meninggalkan keniscayaan dan menggembalakan politik memang memerlukan keberanian dan konsistensi serta memiliki nilai-nilai kebebasan.

Daftar Bacaan:
Arendt, Hannah. 1998. Human Condition. Chicago dan London: University of Chicago Press.
Arendt, Hannah. 2000. Between Past and Future: Six Exercises in Political Thought, New York: Viking Press.
Takwin, Bagus. 2008. Kembalinya Politik:Pemikiran Politik Kontemporer dari Arendt sampai Zižek. Jakarta: Marjin Kiri.
Villa, Dana R. 2000. “Introduction: the Development of Arendt’s Political Thought”, The Cambridge Campanion to Hannah Arendt. Cambridge dan New York: Cambridge University Press.

About Rahmad Tri Hadi

Mahasiswa S2 Filsafat UIN Sunan Kalijaga

View all posts by Rahmad Tri Hadi →

26 Comments on “Hannah Arendt: Politik Sebagai Relasi Kebebasan”

  1. Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *