Sedekah merupakan obat penenang untuk jiwa.
Aku ingat tentang sebuah dongeng yang didongengkan padaku saat aku ngaji pada masa kecil. yaitu dongeng tentang sebuah keluarga yang kekurangan makan, dan pada saat itu di depan rumahnya hidup seekor burung sedang mengerami telurnya. Pada saat keluarga itu tidak memiliki lauk untuk makan, sang istri menyuruh suaminya untuk mengambil telur yang baru ditetaskan oleh burung tersebut.
“pak, hari ini kita tidak memiliki lauk untuk makan. Bagaimana kalau kita mengambil telur dari burung yang ada di pohon depan rumah kita itu?”
Awalnya sang suami tak berkenan dengan perintah istrinya, namun pada akhirnya sang suami bersedia untuk mengambil telur burung tersebut walau hanya beberapa butir. Besoknya, ternyata di rumah keluarga tersebut masih saja belum memiliki lauk untuk makan. Akhirnya sang suami dengan terpaksa mengambil semua telur untuk dijadikan lauk makan anak dan istrinya.
Burung itu marah. Dia merasa nelangsa dengan nasibnya. Dalam hatinya dia ingin memprotes pada yang Maha Kuasa. “oh Tuhan, bagaimana ini? Mengapa manusia itu tega mengambil semua keturunanku? Mengapa aku yang harus menerima penderitaan ini?”. Ternyata malaikat mendengar ratapan sang induk burung dan malaikat pun melapor pada Tuhan, “Wahai Tuhan, manusia itu mengambil semua telur dari burung yang ada di depan rumahnya. Dia sama sekali tidak memikirkan kelangsungan hidup burung tersebut demi hidup keluarganya. Burung itu meratap dan meminta keadilan dari engkau”. Kemudian tuhan pun menjawab,
“Baiklah, suruh burung itu untuk bertelur lagi di depan rumah keluarga itu. Jika mereka masih mengambil telurnya, maka kamu bisa memberinya hukuman”.
Akhirnya malaikat pun menemui burung dan menyampaikan pesan Tuhan yang baru saja ia terima padanya untuk mengerami telur lagi di situ. Burung itu pun menyetujui pesan yang disampaikan malaikat hingga suatu hari burung itu kembali bertelur dan mengerami telurnya.
Mengetahui burung itu bertelur kembali, pihak keluarga tetap saja mengambil lagi telurnya. Dari situ malaikat siap untuk memberi hukuman kepada keluarga tersebut. Pada hari di mana malaikat itu akan mendatangkan balanya, ada pengemis yang datang pada keluarga terbut saat sang kepala keluarga sedang makan. Melihat ada pengemis datang, keluarga itu membagi sebagian jatah makannya untuk pengemis tersebut.
Menyaksikan peristiwa itu, malaikat yang berencana menurunkan bala justru membatalkan niatnya. Malaikat itu pun kembali menyampaikan laporannya kepada Tuhan.
“ya tuhan. Saya tidak jadi memberi hukuman kepada keluarga itu. Sebab ketika saya ingin menurunkan bala, keluarga itu telah melakukan sedekah“.
Tuhan pun menerima laporan malaikat dan membiarkan keluarga tersebut terhindar dari adzabnya.
Kesimpulan yang dibuat oleh pak guru dari dongeng itu adalah, bahwa sedekah itu bisa menolak bala’ atau kesialan. Entah itu kesialan yang diakibatkan oleh ulah kita sendiri secara sengaja atau tidak sengaja, atau mungkin kesialan yang sudah tertulis untuk kita. Tidak hanya mengenai kesialan fisik dan materi, tapi juga kesialan yang sifatnya rohani. Sebagaimana hari ini kita bisa melihat dan merasakan bahwa sedekah merupakan obat penenang untuk jiwa. Orang yang melakukan kejahatan yang cukup besar bisa tenang hatinya dengan cara bersedekah, meski tidak berarti kesalahannya termaafkan.
Semakin kritis aku mengingat dongeng itu hari ini justru membuatku yakin bahwa Tuhan maha berkuasa atas segala sesuatu, dan juga maha penyayang. Sebab tuhanlah yang mengirimkan pengemis pada keluarga itu dan juga menggerakkan mereka untuk bersedekah. Tuhan juga mencukupi kebutuhan umatnya dengan caranya yang tak terduga. Tuhan menyayangi semua makhluknya dengan cara yang melampaui penalaran kita.
Sebagian orang menganggap Tuhan adalah sifat yang harus konsisten dengan hukum baik buruk, pahala dan hukuman. Sebagian lain menganggap Tuhan sebagai “pencipta jam”, yang setelah membuatnya dunia dan seisinya membiarkan sistemnya berjalan dengan sendirinya. Tuhan melampaui zat dan juga sifat yang bisa kita nalar. Juga tentang hukum karma yang mungkin sesuatu dengan nalar kita, tapi Tuhan lebih berkuasa melampaui itu.